Senin, 26 Mei 2008

Bupati menolak BLT, bukan berarti tidak etis

Bupati menolak BLT, bukan berarti tidak etis
Keputusan kenaikan harga BBM yang akan di lakukan pemerintah menuai banyak kritikan. Selain dari mahasiswa, masyarakat juga menentang kenaikan harga BBM tersebut. Tak terkecuali wakil kita di DPR dan beberapa bupati. Menteri menkokesra menyatakan bahwa bupati yang menolak bantuan langsung tunai (BLT) telah melakukan tindakan yang tidak etis, karena pemerintah mempunyai keinginan untuk membantu rakyat yang tergolong miskin. Menurut pendapat saya, keputusan yang diambil oleh bupati yang menolak BLT tidak sepenuhnya salah karena bupati tersebut melihat bahwa daftar warga yang berhak mendapat BLT masih menggunakan data tahun 2005. Mereka mungkin takut jika dari data penerima BLT tersebut kurang atau lebih. Karena jika kurang maka bupati harus mencari dana lagi atau meminta lagi kepada pemerintah, dan jika lebih nanti KPK menuduh bupati tersebut korupsi.
Selain itu pemerintah tidak menjelaskan tentang warga yang berhak menerima BLT, misalnya: jumlah anggota keluarga, jumlah pendapatan (dengan perbandingan UMR daerah setempat) sebagai contoh : seseorang kepala keluarga yang tinggal di Jakarta memiliki pendapatan perbulan Rp 2 juta memiliki anggota keluarga istri dan 2 anak yang duduk di SMA dan SMP, dengan seseorang dengan pendapatan dan anggota keluarga yang sama namun tinggal di pedesaan. Mungkin kepala keluarga yang tinggal di pedesaan merasa cukup dan tidak tergolong masyarakat yang berhak mendapatkan BLT, namun bagaimana dengan kepala keluarga yang tinggal di Jakarta? Tergolongkah.
Dari sisi pemerintah yang berencana menaikkan harga BBM mungkin di anggap sebagai salah satu cara agar subsidi tidak di nikmati pihak asing, dalam artian di sini BBM yang bersubsidi di jual kepada pihak luar negeri dengan harga di bawah harga minyak dunia. Sehingga dapat mengurangi BBM ilegal dan kerugian Negara yang semakin besar.
Bagi anda mungkin pernah mendengar undang-undang nomer 33 ayat 1 yang isinya menyatakan “ Segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara “ pertanyaan yang timbul bukankah BBM tergolong hajat hidup orang banyak? Lalu kenapa blok cepu di perbolehkan di eksploitasi oleh pihak asing? Indonesia mendapatkan keuntungan berapa persen apakah hanya mendapat keuntungan dari pajak BBM saja? Jika memang benar, apakah isu tentang pertamina yang hanya menguasai 10 % penambangan minyak di Indonesia juga benar?

Permintaan rakyat indonesia
Selamatkan rakyat bukan APBN. Bagaimana bisa menyelamatkan APBN tanpa ada rakyat.

Tidak ada komentar: